
Antusiasme peserta mengikuti FGD Baseline Eco Bhinneka pada Sabtu 19/3/2022 di Hotel Kokoon, Banyuwangi
Tokoh lintas agama, lintas komunitas, tokoh adat, perempuan, dan pemuda turut serta dalam Focus Group Discussin (FGD) Baseline Eco Bhinneka Muhammadiyah-Nasyiatul Aisyiyah di Banyuwangi pada Sabtu (19/3/2022). Meski kegiatan berlangsung dari pagi hingga sore hari, antusiasme peserta terpantau luar biasa. Pandangan, usulan, dan tanya jawab mewarnai rangkaian kegiatan.
Adi Purwadi, tokoh adat Osing, menuturkan bahwa pemanfaatan kearifan lokal dalam menjaga lingkungan, “Untuk menjaga mata air, kami adakan dengan cara selametan dan rebo wekasan“. Penduduk asli Banyuwangi ini juga menambahkan, selain itu, ada juga tradisi pertanian: labuh tandur, labuh nyingkal, tandur, meteng. Namun, budaya-budaya tersebut menurutnya sudah mulai ditinggalkan. Beliau berharap kearifan lokal harusnya dilestarikan. “Kearifan lokal itu bagian dari akar rumput, seperti halnya melestarikan lingkungan oleh antar umat beragama.” tuturnya.

Proses jalannya FGD Baseline Eco Bhinneka di Banyuwangi
Isu lingkungan dan toleransi di Banyuwangi masih menjadi kajian yang menarik. Dengan beragam latar belakang masyarakatnya, maka perlu diadakan persamaan persepsi antara banyak pihak agar kemudian hari tidak terjadi kesalahpahaman. Dalam FGD peserta menuturkan praktik baik toleransi dan kelestarian lingkungan yang sudah ada di Banyuwangi. Mengungkapkan permasalahan yang ada hingga mencari solusi bersama. FGD yang dilaksanakan di Hotel Kokoon ini, diakhiri dengan rekomendasi kegiatan Eco-Bhinneka yang nantinya akan diterapkan, khususnya di desa dan sekolah dampingan program dan daerah Banyuwangi pada umumnya.

Hasil Analisa SWOT dalam Proses FGD Baseline Eco Bhinneka di Banyuwangi
“Di Banyuwangi ada sepuluh area kemajuan kebudayaan. Artinya sudah pas kalau nasional mau membuat model kegiatan Eco Bhinneka.” kata Sunarto, Ketua Majelis Kader PD Muhammadiyah. Menurutnya, Pemerintah Banyuwangi biasanya mengemas kegiatan budaya, agama, dan lingkungan dengan bentuk Festival. “Kegiatan festival ini akan merekatkan seluruh agama, suku, budaya, dan keragaman lainnya. Harapannya mulai dari anak dan orang tua akan muncul rasa kebhinekaan atau keberagaman.” Ia juga mengungkapkan bahwa ada lebih dari seratus festival di Banyuwangi. “Nah jika JISRA mau mengangkat dua isu tentang lingkungan dan kebhinekaan kemudian dikemas ke dalam festival ini akan cocok sekali dengan inovasi yang ada. Sesuai tujuan dari program Eco Bhinneka. Apalagi sasarannya adalah pemuda.” ungkapnya.
Kontributor: Windarti
Editor: Dzikrina Farah Adiba