
Keterangan : Presentasi Case Study Eco Bhinneka di Porta Hotel Yogyakarta
Isu lingkungan dan kerukunan antarumat beragama kerap dipandang sebagai dua ranah yang berbeda. Namun, di tangan anak muda, keduanya bisa dipadukan menjadi gerakan yang menyatukan banyak pihak. Hal inilah yang diperlihatkan oleh Eco Bhinneka Muhammadiyah dalam forum internasional pemuda Asia–Afrika yang berlangsung pada 7–17 September 2025 di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta.
Acara bertajuk Cross-Country Learning Exchange on Youth, Digital Safety, & Human Rights ini menghadirkan peserta dari tujuh negara — Burundi, Democratic Republic of Congo (DRC), Indonesia, Iraq, Kenya, Nigeria, dan Filipina. Dengan tema besar “Connecting Youth and Creative Media to Address Online Radicalisation, Polarisation, and Violent Extremism and to Promote Freedom of Religion or Belief,” forum ini menjadi ruang strategis untuk membangun pemahaman lintas iman, lintas budaya, dan lintas negara.
Dalam kesempatan tersebut, Dea Febriano Yuvica, perwakilan Among (komunitas Nasyiatul Aisyiyah), memperkenalkan konsep yang unik: menggabungkan kepedulian lingkungan dengan upaya menjaga kerukunan antarumat beragama.
Di hadapan para delegasi, Dea menyampaikan studi kasus Eco Bhinneka yang menunjukkan bahwa melestarikan alam dapat menjadi pintu masuk bagi terciptanya harmoni sosial. Salah satu momen penting terjadi di Yogyakarta, ketika ia mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan menyelipkan kisah Eco Bhinneka sebagai contoh nyata menjaga kerukunan dengan melestarikan bumi.

Keterangan : Dea saat Presentasi Case Study Eco Bhinneka di Porta Hotel Yogyakarta
Dalam workshop mini bertema Polarization and Depolarization, Dea menggunakan analogi sederhana. Namun kuat. Ia menggambarkan bumi yang diserang alien: jika alien menyerang, umat manusia pasti bersatu tanpa memandang perbedaan. Ia kemudian mengaitkannya dengan isu sampah sebagai “musuh bersama” umat manusia.

Keterangan : Ilustrasi Depolarisasi menggunakan Eco Bhinneka sebagai studi kasus
Pesannya jelas: sampah adalah ancaman global yang hanya bisa ditangani dengan persatuan. Terlepas dari agama, suku, atau negara, kita semua hidup di bumi yang sama dan berkewajiban menjaganya.

Keterangan : Mempresentasikan ilustrasi
Pengalaman Pertama yang Berkesan
Menariknya, bagi Dea, forum ini adalah pengalaman pertama mengikuti ajang internasional, sekaligus tantangan karena seluruh diskusi menggunakan bahasa Inggris.
“Ini adalah kali pertama saya mengikuti forum diskusi internasional dengan bahasa Inggris. Topik yang dibahas sangat menantang, mulai dari kerukunan antarumat beragama hingga HAM internasional. Saya merasa beruntung bisa belajar banyak hal dan mendapat teman baru dari berbagai negara,” ujarnya.
Ia pun menyampaikan apresiasi kepada Eco Bhinneka Muhammadiyah Regional Banyuwangi yang telah memberinya kesempatan untuk terlibat. Pengalaman ini membuka perspektif baru bahwa kelestarian alam adalah hak setiap manusia dan makhluk hidup, serta perdamaian dunia dapat diwujudkan dengan langkah sederhana: menjaga bumi bersama-sama.
Kehadiran Eco Bhinneka Muhammadiyah dalam forum pemuda Asia–Afrika menjadi bukti bahwa isu lingkungan dapat menjadi jembatan perdamaian lintas iman. Satu hal yang dibawa Dea Febriano Yuvica bukan hanya tentang kampanye hijau, tetapi juga tentang membangun solidaritas global.
Bagi generasi muda, pesan ini penting: menjaga bumi bukan sekadar tanggung jawab ekologis, tetapi juga fondasi bagi dunia yang damai dan harmonis. Seperti yang Dea sampaikan, ini bukanlah akhir, melainkan awal dari upaya bersama menciptakan bumi yang bersih dan damai.
Penulis : Dea Febriano Yufica (Among – Anak Muda Eco Bhinneka Blambangan)