Warga Kota Ternate – Maluku Utara, pernah memiliki sejarah dan pengalaman kelam serta traumatis akibat konflik SARA antara komunitas Muslim dan komunitas Kristen-Katolik, pada tahun 1999-2000. Apabila dirunut secara teliti, konflik warga itu dilatar-belakangi oleh kepentingan urusan keseharian antar Warga yang secara kebetulan berbeda keyakinan agama saja. Bukan karena masalah perbedaan keyakinan atau substansi Agama. Perbedaan keyakinan antar pelaku pertikaian tersebut, telah memberikan kesan, seolah-olah konflik terjadi antar pemeluk Agama.
Konflik itu telah menyisakan kepedihan mendalam di kedua belah pihak. Kerugian yang ditimbulkan begitu besar. Warga harus mengungsi. Mereka tidak bisa bekerja dalam kesehariannya. Akibatnya, mereka mengalami kelaparan, kemiskinan, gangguan kesehatan, pendidikan. Semua berhenti dan terganggu. Dampak itu dialami warga selama bertahun-tahun. Tetapi, Alhamdulillah rekonsiliasi yang dilakukan pemerintah dan tokoh-tokoh agama dari ummat Islam dan Kristen berbuah manis, yakni kerukunan, kedamaian, dan keharmonisan kembali terjalin penuh suka cita. Sekalipun kerukunan dan keharmonisan sudah ada diantara ummat Islam dan ummat Kristen, tetapi yang perlu dijalin dan dieratkan lagi adalah kolaborasi atau kerjasama melalui kegiatan-kegiatan sosial yang nyata, seperti ikut membantu saudara-saudara yang berbeda keyakinan mendapat musibah gempa, dan lain-lain.
Muhammadiyah Kota Ternate berpandangan, bahwa Kota ini memiliki pantai sangat indah. Karena wisata pantai dan baharinya dan seharusnya bersih, seperti Pantai Wisata Tobololo, Pantai Wisata Sulamadaha, Pantai Wisata Jikomalamo, Pantai Wisata Kastela yang dekat dengan banteng Kastela (salah satu banteng Portugis). Kota ini dihuni oleh warga dengan latar belakang suku, agama, etnis yang tidak tunggal atau masyarakat multikultur. Membangun pondasi kerukunan, sekaligus kelestarian alam dan lingkungan di Komunitas pantai, adalah sebuah keniscayaan.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, telah menunjuk Bahran Taib, seorang dosen negeri di Universitas Khairun, salah satu PTN di Ternate, sebagai pengembangan program kerukunan dan pelestarian lingkungan di Kota Ternate. Bahran sekaligus lulusan Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang, yang juga aktif sebagai pengurus Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Maluku Utara.
Program tersebut dikenal dengan nama ECO BHINNEKA MUHAMMADIYAH, dan mendapat dukungan dari JISRA International. Bahran sangat matang dalam berorganisasi di lingkungan Muhammadiyah. Pengalamannya terbangun sejak Sekolah Menengah Pertama. Kemampuannya dalam memfasilitasi kerjasama dengan berbagai kelompok, tidak diragukan.
Dalam operasionalisasi program Eco Bhinneka Muhammadiyah, Bahran, sebagai pengampu utama program, tidak akan bekerja sendirian. Dia akan selalu bekerja bersama dengan kelompok muda perempuan dan laki-laki lintas iman, pemerintah Kota, DPRD, FKUB, tokoh Agama dan tokoh Adat dalam membangun pondasi kehidupan yang ber-orientasi pada kerukunan dan kelestarian alam.
Program Eco Bhinneka Muhammadiyah di kota Ternate akan meng-agendakan beberapa kegiatan berupa: workshop, training, lomba, pertemuan rutin warga, diskusi dengan para pihak, kampanye kerukunan dan kelestarian alam dan seterusnya. Setiap kegiatan yang akan dilakukan nanti, pasti akan melibatkan semua perwakilan penganut Agama di Ternate.
Sebagai program manager, Bahran optimis, bahwa program ini bisa dijalankan dengan partisipasi penuh semua penganut agama, pemerintah, tokoh dan FKUB. “Secara internal Muhammadiyah memiliki modal sosial cukup bagus di mata komunitas agama kristen dan katolik, ormas-ormas Islam lain, seperti: NU, Alkhairaat, Al-Irsyad dan ICMI. Jadi Insya ALLAH, akan ada kemudahan.” ujar Bahran dengan mantab.
Program ini tentu akan menemukan tantangan. Misalnya; mengubah cara berpikir warga, terutama yang masih kolot, fanatik berlebihan, dan ekslusif. Tentu, proses ini memerlukan waktu yang tidak sebentar. Namun demikian, secara perlahan tapi pasti, bisa dilakukan. Program ini akan intens membangun perjumpaan dan komunikasi dengan para tokoh dan anak-anak muda terlebih dahulu. Para pihak yang selama ini enggan, bahkan tidak pernah bertemu dengan kelompok lain, akan dipertemukan. Ada forum khusus untuk warga, terutama yang berbeda dengan keyakinan, suku, ras dan etnik.
Apalagi untuk isu lingkungan hidup. Pastinya, semua pihak akan memiliki kepentingan yang sama, yaitu menjaga lingkungan dan kerukunan. Kebutuhan itu melintasi perbedaan dan batas agama, suku, etnis dan ras. Semua manusia, jika ingin hidup bahagia, harus menjaga kerukunan dan kelestarian alam dan lingkungan sekitarnya.
Pada akhir program, perubahan yang akan diwujudkan adalah sebagai berikut:
- Program Eco Bhinneka berhasil membangun budaya perjumpaan, dialog, diskusi secara terbuka yang akan diikuti oleh semua warga yang berlainan suku, agama, etnis dan ras.
- Warga yang tinggal di sekitar pantai di Kota Ternate, yang berbeda keyakinan agama, suku, etnis, ras, bisa bekerjasama dalam upaya pelestarian lingkungan.
- Terbangunnya suatu kesadaran warga, dalam bentuk budaya baru, nilai baru, kebijakan di tingkat lokal yang bertujuan untuk membangun kerukunan, mencegah aksi kekerasan atas nama Agama diantara warga.
- Teruwujudnya kerjasama baik dan komitmen bersama antar tokoh agama, pemerintah kota, DPRD, FKUB untuk menumbuhkan kesadaran bersama dalam upaya membangun kerukunan dan pelestarian lingkungan di Kota Ternate.
Catatan Penjelasan tentang Makna Makugawene di Judul Utama diambil dari bahasa Ternate:
Makugawene yang bermakna “ Saling mencintai,cinta dan kasih sayang sesama manusia dengan seluruh makhluk ciptaan Tuhan YME”.
Kalau istilah makugawene dalam percakapan sehari-hari harus ada to be, yakni harus ada bantu “ ino fo”, sehingga kata yang lengkap dan makna jelas adalah “ ino fo makugawene (Artinya mari kita sama-sama saling mencintai dan menyayangi sesama dengan makhluk hidup lainnya (alam).
Penulis: Ahsan J Hamidi & Bahran Taib
Editor: Dzikrina Farah Adiba