Minggu (22/01/23) sejumlah pemuda(i) lintas iman dan komunitas yang ada di Solo berkumpul bersama di ruang rapat Harris Hotel Solo dalam rangka menghadiri acara penyusunan konten digital. Sekilas kegiatan ini nampak sederhana bahkan mungkin biasa saja, namun setelah proses kegiatannya berlangsung ternyata ini tidak hanya sekedar kegiatan yang mengumpulkan orang-orang namun ini mampu menjadi wadah kolaborasi bagi anak-anak muda Solo. Mereka secara bebas dapat mengekspresikan dan mengkreasikan aspirasi mereka mengenai isu kerukunan dan kelestarian lingkungan. Selain itu, saat proses pembuatan konten mereka telah diatur dibagi dalam enam kelompok dimana komposisi kelompoknya mempertimbangkan keberagaman dari latar belakang masing-masing peserta. Melalui cara sederhana tersebut justru dapat menghasilkan perubahan besar bagi peserta. Isu lingkungan dan kerukunan dapat mampu merekatkan hubungan diantara peserta selain itu persepsi mengenai peserta yang berbeda agama ternyata dapat berubah dengan bersama-sama berkolaborasi dalam membuat konten. Terlihat Nurul, Nyoman dan Alfian ketiganya berasal dari latar belakang yang berbeda dimana Nurul adalah muslim ia adalah mahasiswi di salah satu kampus, Nyoman adalah perwakilan pemuda Hindu, dan Alfian adalah siswa SMA. Kolaborasi tersebut dapat mengubah pandangan mereka bahwa ternyata kelompok agama lain tidak “semenakutkan” yang dianggap oleh sebagian masyarakat awam dan ternyata mereka dari latar belakang usia yang berbeda justru mampu bekerjasama dan membuat konten video dengan sangat apik. Nyoman sendiri tidak menyangka kalau hasil karyanya begitu dinikmati oleh seluruh peserta, respon forum sangat senang hingga tertawa lepas saat melihat konten dan proses mereka membuatnya.
Kemudian kolaborasi yang inklusif juga terlihat pada kelompok Auliya, Ervan, dan Ismail ketiganya berasal dari latar belakang berbeda.Auliya adalah mahasiswi dan muslim, Ervan adalah pemuda karang taruna dan Kristen, serta Ismail adalah muslim dan dari kelompok difabel tuli. Keistimewaan yang dimiliki Ismail tak jarang beberapa orang menganggap sangat sulit untuk bisa berkolaborasi dengannya karena keterbatasan dalam komunikasi terutama bagi masyarakat awam mengetahui bahasa isyarat masih belum massif untuk diketahui. Namun anggapan tersebut justru terbantahkan, mereka bertiga secara baik mampu bekerjasama mulai dari merumuskan ide hingga eksekusi pembuatan kontennya sampai pada akhirnya mereka berhasil menghasilkan konten poster yang bagus. Komunikasi diantara mereka juga sangat terbantu dengan bantuan Juru Bahasa Isyarat sehingga Ismail dengan mudah dapat mengemukakan pendapatnya dan teman-teman yang lain dengan mudah dapat memahami maksud dari Ismail.
Satu hal juga yang membuat tim Ecobhinneka terharu adalah kehadiran Niko yang merupakan perwakilan pemuda Konghucu, dimana hari itu adalah hari raya agamanya. Ia sedang bersuka cita bersama keluarga dan teman-temannya. Disela-sela perayaan tersebut ia tetap mengupayakan untuk hadir dan berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan tersebut. Terlihat saat ia memberi testimoni, Niko sangat mengapresiasi kegiatan Ecobhinneka ini. Ia juga merasa senang bisa terlibat langsung dan mendapat relasi lebih banyak dari lintas kelompok.
Refleksi dari kegiatan ini ternyata perbedaan bukanlah halangan untuk mewujudkan sebuah karya justru menjadi kekuatan positif dalam menghasilkan sebuah perubahan. Kunci penting dari perbedaan adalah bagaimana kita bisa menerima dan memahami kondisi dan latar belakang orang lain. Selain itu, dari berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan kegiatan menyusun produk konten digital ini menjadi wadah yang tepat bagi pemuda(i) untuk bisa berkarya, berekspresi, dan menyatakan gagasannya mengenai lingkungan dan kerukunan. Selama ini peran pemuda(i) sedikit redup karena merasa sungkan bila satu forum dengan tokoh atau aktor dari generasi tua, tentunya kondisi ini dipengaruhi latar belakang budaya dan karakter secara umum anak muda Solo (UH)